Total Tayangan Halaman

Minggu, 30 Januari 2011

Cina Uji Coba Secara Resmi Pesawat Tempur Silumannya (J-20)




Pesawat tempur Cina J-20. AP/Kyodo News.

Beijing - Cina mulai melakukan uji coba secara resmi terhadap pesawat jet tempur silumannya. Pesawat siluman bernama J-20 itu terbang dari pangkalan udara di Chengdu selama 15 menit pada Selasa 11 Januari 2011.

Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates yang bertemu Presiden Cina Hu Jintao membenarkan penerbangan uji coba ini. Gates hari ini, Selasa (11/01), juga bertemu Menteri Luar Negeri Cina, Yang Jiechi, di Beijing, Cina.

Pada Kamis pekan lalu sebuah laporan menyebutkan, pesawat tempur siluman Cina telah terbukti tidak tertangkap radar. Bahkan laporan itu menyebutkan pesawat J-20 yang membawa misil sudah sampai ke wilayah Guam tanpa diketahui Amerika Serikat. Namun kabar ini kemudian dibantah Gates.

Foto-foto pesawat J-20 sejak pekan lalu sudah bocor di internet. Situs Aviation Week menyebut pesawat ini sudah mengudara dan akan resmi beroperasi pada 2017.

Beberapa ahli pesawat mengatakan jet tempur siluman Cina memiliki bodi lebih besar dari jet siluman yang sudah ada. “J-20 dikemudikan satu orang, dua mesin, lebih berat dan besar dari Sukhoi T-50 dan F-22,” kata seorang ahli di situs Aviation Week.

Ted Galen Carpenter, seorang ahli pertahanan di Institut Cato, Washington mengatakan pesawat tempur Cina ini tidak akan membawa perubahan. “Keseimbangan kekuatan dunia tidak akan berubah dalam 10 tahun mendatang, namun secara psikologi dan simbol memang penting,” ujarnya. Menurut dia, Cina selama ini terganggu dengan kehadiran militer Amerika di halaman belakang mereka

Sabtu, 22 Januari 2011

AL Brunei Darussalam Terima Dua Kapal Perang Buatan Jerman



Barack Obama
Kapal Patroli Baru Tentera Laut Diraja Brunei Darussalam (TLDB) Kelas Darussalam yang di pesan dari Jerman.(photo : Arne Luetkenhorst)(Gambar Lengkap)

Tentera Laut Diraja Brunei Darussalam (TLDB) segera menambah armada kapal perangnya setelah menerima secara resmi dua kapal perang kelas Darussalam di galangan kapal Lürssen Werft’s Bremen, Jerman. Wakil Menteri Pertahanan Dato Paduka Hj Mustappa Hj Sirat mewakili pemerintah menerima kedua kapal.

Kapal patroli kelas Darussalam berukuran panjang 80 meter dan lebar 13 meter, ditenagai mesin diesel, mampu berlayar selama 21 hari serta dipersenjatai rudal permukaan-permukaan dan meriam.

Kapal akan gantikan kapal perang kelas Waspada yang telah dioperasikan AL Brunei 30 tahun.

Kapal perang diberi nama KDB Darussalam dan KDB Darulehsan dijadwalkan melakukan pelayaran perdana ke Brunei pada Maret 2011 dan tiba di Brunei Mei, bertepatan 50 tahun HUT AB Brunei Darussalam.

Kapal diawaki oleh perwira dan pelaut TLDB dalam pelayaran ke Brunei Darussalam.

Kapal ketiga diberi nama KDB Darulaman telah diluncurkan sehari penyerahan kedua kapal, dijadwalkan diserahkan Agustus 2011 setelah selesai diuji coba.

Pembelian kapal perang kelas Darussalam realisasi komitmen pemerintah meningkatkan kemampuan AB Brunei Darussalam, khususnya AL Brunei Darussalam dalam mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorial yang disebutkan di Buku Putih Pertahanan 2004 dan diperbaharui 2007.

TLDB telah mengoperasikan empat kapal patroli cepat 41 meter kelas Ijtihad, dua kapal pada Maret 2010 dan dua lagi Agustus 2010. Keempat kapal dibangun di Lürssen Werft’s Bremen juga

Senin, 17 Januari 2011

Hovercraft TNI-AL Dimodifikasi





Hovercraft TNI-AL
Salah Satu Hovercraft TNI-AL Yang Sedang di modifikasi oleh Tim dari Staf Ahli (Sahli) Pangarmatim bidang Teknologi Logistik bekerjasama dengan Fasilitas Pemeliharaan dan Pangkalan (Fasharkan) Surabaya serta Divisi pantai.

Hovercraft yang dimiliki TNI Angkatan Laut sedang dimodifikasi sistim pendorongnya. Ada Lima unit Hovercraft yang milik Koarmatim yang di awaki oleh anggota Divisi Pantai berada dibawah jajaran Satuan Kapal Amfibi (satfib) Koarmatim yang saat ini diujicobakan dilaut sekitar Dermaga Koarmatim Kamis (06/01).

Sistim pendorong yang dirubah dari semula menggunakan Fix Propeler menjadi Picth Propeler yang memiliki sistim kerja yang berbeda. Sistim lama Fix Propeler memiliki kelemahan jika mesin di start, maka kendaraan tersebut langsung berjalan atau melaju. Sedangkan sistim baru Picth Propeler memiliki keunggulan jika mesin distart kendaraan tersebut masih dalam kondisi diam ditempat.

Dalam proses modifikasi Hovercraft dibawah ketua koordinasi Kolonel Laut (T) Cahyono R. SE yang merupakan Staf Ahli (Sahli) Pangarmatim bidang Teknologi Logistik bekerjasama dengan Fasilitas Pemeliharaan dan Pangkalan (Fasharkan) Surabaya serta Divisi pantai.

“Rencananya kelima Hovercraft yang ada di Koarmatim semuanya akan dimodifikasi jika dalam uji coba kali ini berhasil tanpa ada hambatan”, tegas Sahli Pangarmatim bidang Teknologi Logistik.

Ada beberapa spesifikasi yang dimiliki oleh Hovercrat TNI AL buatan industry Nasional tahun 2005 yang ada sekarang diantaranya adalah kendaraan ini memiliki peralatan radar navigasi, Global Position Sistym (GPS) radio komunikasi, mampu mengangkut 20 personel dengan beban berat maksimum 2000 kilo gram.

Kecepatan maksimum 33 knot, kecepatan jelajah 28 knot dengan menggunakan mesin 466HP. Deutz BF 8M 1015 CP buatan Jerman berbahan bakar solar yang mampu berjalan diatas gelombang setinggi 100 Cm menggunakan sistim kemudi hidrolik.

Yang belum diketahui oleh banyak orang bahwa hovercraft ini saat berjalan posisinya adalah tidak menyentuh air atau darat, tetapi melayang sekitar tiga sentimeter dari permukaan. Selain mampu menjelajah lautan juga mampu berjalan di rawa-rawa dan daratan. Fungsi hovercraft dikalangan TNI AL sebagai sarana mendukung operasi pendaratan amfibi, ambulan air dan angkut personel

Sepak Terjang Pasukan Katak TNI di Singapura-Johor




Penyambutan Pahlawan Dwikora
Upacara penyambutan jenazah pahlawan Dwikora Usman-Harun. (Foto: rhariprasetyo)

Di belahan dunia barat, Perang Korea, pada tahun 1950-1953, dikenal sebagai perang yang terlupakan (forgotten war). Di Asia Tenggara, peristiwa Konfrontasi ”Ganjang Malaysia” (1963-1966) juga menjadi perang terlupakan di antara Indonesia melawan Malaysia, Singapura, Brunei, dan Persemakmuran Inggris Raya.

”Saya berulang kali menyusup ke Singapura dari pangkalan di Pulau Sambu dan Belakang Padang di sekitar Pulau Batam. Saya masuk lewat Pelabuhan Singapura dengan menyamar jadi nelayan biasa,” kata Iin Supardi (69), yang kala itu berpangkat kelasi dua pada satuan Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI Angkatan Laut (AL), Selasa (4/1) di Tangerang.

Di Singapura, Iin menggelar operasi intelijen berupa agitasi, provokasi, hingga upaya sabotase. ”Saya mendatangi kelompok pemuda Tionghoa dan pemuda Melayu untuk membangun kecurigaan antara mereka. Saya menghasut kelompok melawan kelompok. Saya menyamar bekerja sebagai buruh pada taukeh Tionghoa di daerah Jurong,” kata Iin mengenang operasi intelijen tahun 1963-1965 itu.

Sambil mengantar barang dagangan berupa hasil bumi ke Singapura atau berlayar mengantar barang selundupan elektronik, celana, dan rokok dari Singapura ke Kepulauan Riau, Iin menyelundupkan bahan peledak berulang kali ke pelbagai lokasi aman di seantero Singapura.

”Saya sering kucing-kucingan dengan Es Ai Di (yang dimaksud adalah Reserse Kepolisian Singapura alias CID). Harus kasih uang suap hingga 50 straits dollar,” kata Iin yang fasih berdialek Melayu Semenanjung dan sedikit menguasai dialek Hokkian yang lazim digunakan di Singapura,

Sebelum bertugas di Kepulauan Riau, Iin melatih Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) yang dikenal sebagai Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku). Dia melatih TNKU di kamp pelatihan milik TNI di Bengkayang, Kalimantan Barat.

Anggota Kopaska menyusup ke Singapura dari pangkalan di Kepulauan Riau di sekitar Batam, Tanjung Balai Asahan, dan daerah sekitarnya. Mereka biasanya menggunakan perahu kecil dengan motor tempel dan menyamar menjadi warga setempat yang memang biasanya memiliki kerabat di Semenanjung Malaya dan Singapura.

Idjad (70), seorang kopral Kopaska asal Sulawesi Selatan, mengaku masuk ke kawasan perkotaan Singapura dan ke Johor di Semenanjung Malaya. ”Saya punya kontak agen lokal bernama Usman yang sangat pro-Indonesia. Usman tinggal di daerah Kampung Melayu. Ketika saya dan teman-teman tertangkap, dia juga ikut ditahan di Singapura,” kata Idjad, yang juga anggota Kopaska.

Idjad mengingat ketiga rekannya sesama Sukarelawan (Sukwan) Dwikora ditangkap di perbatasan Singapura-Johor di Causeway di dekat Kranji dan Woodlands. Ketika itu, para Sukwan sudah bersiap-siap mengebom pipa air yang memasok kebutuhan air di Singapura dari Johor.

Idjad pun masih teringat saat-saat terakhir ketika Sersan KKO (Marinir) Usman Djanatin akan menyeberang ke Singapura sebelum ditangkap, lalu akhirnya dihukum gantung karena mengebom pusat perbelanjaan di Orchard Road bersama rekannya yang bernama Harun. ”Dia minta dicukur kumis sebelum berangkat agar terlihat rapi,” kenang Idjad.

Ketika dibebaskan dari tahanan di Singapura setelah perjanjian damai Indonesia-Malaysia, Usman masih ditahan di Singapura. Idjad mengaku bertemu kembali dengan Usman pada tahun 1972 saat berlangsung latihan gabungan militer Indonesia-Malaysia dan Singapura. Usman tinggal di daerah Changi dan masih terlihat paranoid karena merasa selalu diawasi aparat. ”Meski begitu, dia yakin Merah Putih seharusnya berkibar di Singapura dan Malaysia,” ujar Idjad.

Seorang veteran lainnya, Liem Hwie Tek (71), asal Cirebon yang ditemui tahun lalu, mengaku, para veteran Dwikora di daerah asalnya semakin terlupakan. Liem masih menyimpan ribuan negatif foto konfrontasi di sektor Kepulauan Riau, tempatnya bertugas di seberang Singapura yang belum dipublikasikan hingga kini.

Meski peran mereka terlupakan, para veteran Konfrontasi di Indonesia bangga dan tetap yakin pada cita-cita politik Soekarno menentang neokolonialisme melalui pembentukan Malaysia kala itu.

Fakta hari ini memang membuktikan, tahun 2000-an, bentuk penjajahan baru dari imperialisme perusahaan-perusahaan asing asal negara maju memang menguasai bangsa-bangsa Asia-Afrika yang gagal membangun kemakmuran pascakolonialisme seusai Perang Dunia II. Kita pun boleh mengingat pesan Bung Karno, ”Djangan Sekali-kali Meloepakan Sedjarah”…

Minggu, 16 Januari 2011

Russian Navy Udaloy class destroyer Live Fire

Philippine Navy Ships

Royal Malaysia Navy (TLDM) data

Gadget Pendeteksi Sniper Besutan Inggris





Gadget Pendeteksi Sniper Besutan InggrisInggris saat ini tengah menguji sebuah senjata revolusioner yang dapat melacak lokasi penembak jitu pasukan musuh dengan cepat dan akurat dari jarak 1.000 yards atau sekitar 900 m.

Seperti dikutip dari DailyMail, perangkat kecil ini sudah dikembangkan oleh ilmuwan yang bekerja pada lab rahasia Defence Science and Technology Laboratory di Wiltshire, Inggris.

Perangkat bernama Boomerang Warrior-X itu mampu mendeteksi lokasi penembak jitu dengan cepat, sehingga pasukan Inggris akan bisa menyerang balik penembak jitu tadi.

Detektor ini menggunakan teknologi pemrosesan akustik yang canggih untuk mengevaluasi posisi musuh dengan menentukan koordinat target pada sebuah sebuah layar kecil sebagai indikatornya.

Warrior-X yang dilengkapi dengan prosesor yang memiliki detektor paling canggih di pasaran. Detektor itu telah juga dimodifikasi oleh ilmuwan militer AS untuk digunakan di Irak.

Saat musuh menembak, maka sistem akustik akan mengetahui arah tembakan musuh, dan display alat itu akan menunjukkan indikator panah yang memperlihatkan lokasi musuh.

Teknologi ini juga menggunakan sebuah software yang mampu menyediakan update secara berkala atas lokasi musuh, bahkan saat musuh sudah bergerak karena merasa tersudut.

Tak hanya itu, Warrior-X juga bisa terhubung dengan sistem senjata Joint Tactical Air Controllers untuk memberikan lokasi musuh yang tepat kepada pilot pesawat tempur yang hendak melakukan serangan udara.

Senjata yang secara resmi dikenal dengan nama Compact Soldier Worn Shooter-Detector System itu, tiap unitnya dijual seharga 10 ribu poundsterling atau sekitar Rp 140 juta.

Pasukan Inggris telah memesan 1.000 unit Warrior-X untuk digunakan di Provinsi Helmand Afganistan. Bila alat in terbukti membantu, Inggris akan melengkapi lebih banyak lagi pasukannya dengan gadget ini.

“Alat ini sedikit banyak bisa membantu pasukan untuk lebih menjaga keselamatan mereka. Model awal yang lebih besar dari alat ini telah digunakan oleh pasukan AS di Irak, juga di Afganistan. Namun, ini pertama bagi Inggris dan bisa dipandang sebagai alat yang revolusioner,” ujar sumber senior militer Inggris.

Sekali Tatap Musuh Langsung Musnah





Helm pilot pesawat tempur rancangan Inggris bisa mengunci musuh dengan tatapan pilot.

LONDON — Satu lagi inovasi teknologi militer dikembangkan Inggris. Kali ini negeri itu mengembangkan helm pilot militer baru bernama Striker yang memungkinkan pilot pesawat tempur mengarahkan serangan kepada musuh hanya dengan melihatnya. Sekali tatap, musuh langsung musnah.

Helm tersebut dikembangkan BAE System dan telah diuji coba dalam penerbangan pesawat RAF Typhoon. Juru bicara BAE mengatakan, “Helm ini dilengkapi optik detektor canggih yang terintegrasi untuk mendukung keakuratan pada ketinggian rendah, sedang, dan tinggi.”

“Biasanya kami harus menguntit di belakang pesawat lawan untuk menguncinya dan menyerang (disebut dogfight dalam istilah militer). Dengan helm ini kami tinggal mengarahkan senjata dengan kepala,” kata Mark Bowman, pemimpin pilot, kepada harian The Sun.

Untuk melakukan serangan dengan alat ini, langkah pertama yang harus dilakukan pilot adalah membaca radar untuk mengetahui posisi musuh. Selanjutnya, ketika musuh sudah ada dalam jangkauan pandang, pilot tinggal menatapnya dan memberi perintah serangan.

Ketika pilot menatap, optik yang ada pada helm akan bekerja mendeteksi. Selanjutnya, hasil bacaan dikirim ke sensor di bagian kokpit. Mekanisme selanjutnya adalah pengantaran perintah ke bagian persenjataan. Ketika perintah sudah dibuat, musuh pun akan segera musnah.

Juru bicara BAE mengatakan, “Sementara sistem dikembangkan oleh Eurofighter Typhoon, desain modularnya bisa dipakai di semua platform.” Helm tersebut rencananya dijual dengan harga 250.000 poundsterling.

Telkomsel Kerjasama Dengan TNI-AL Sediakan Layanan Akses Internet Di Dua KRI




Kerjasama TNI-Telkomsel
Awak Kapal TNI AL-KRI Sutedi Seno Putra memanfaatkan layanan Telkomsel Flash.

Surabaya - Sebagai Penyedia Layanan Internet satu - satunya di Kapal KRI Sultan Nuku dan Kapal KRI Sutedi Seno Putra 878, semakin mengukuhkan sebutan Telkomsel sebagai operator selular paling Indonesia. TNI-AL mempercayakan layanan TELKOMSEL Flash Wifi untuk memenuhi kebutuhan internet seluruh awak kapal di KRI Sultan Nuku dan KRI Sutedi Seno Putra untuk peningkatan pengetahuan dan kemudahan akses berbagai informasi terkini tentang dunia luar.

Telkomsel sebagai penyedia layanan broadband terbesar di Indonesia, tidak pernah berhenti memberikan layanan terbaik bagi seluruh lapisan pelanggan mulai dari unit pemakaian perorangan maupun termasuk instansi pemerintahan. Instansi pemerintahan yang kali ini mempercayakan layanan internetnya adalah TNI-AL. Agar senantiasa dapat meng-update ilmu dan pengetahuan awak kapal, TNI-AL memberikan fasilitas internet TELKOMSELFlash untuk menunjang kinerja mereka.

Sejak kemarin fasilitas layanan internet TELKOMSELFlash sudah dapat dinikmati di KRI Sultan Nuku dan KRI Sutedi Seno Putra 878. Untuk lebih memberikan kenyamanan dalam mengakses internet, Telkomsel telah melakukan pemasangan instalasi receiver penguat sinyal di beberapa area tertentu.

Tomy Luxianto Manager Direct Sales Telkomsel Metro Surabaya mengatakan pemasangan layanan internet TELKOMSELFlash di KRI TNI-AL Sultan Nuku dan KRI Sutedi Seno Putra merupakan bukti komitmen Telkomsel sebagai Operator selular terdepan yang layanannya dipercaya oleh banyak pihak.

“Dan suatu kebanggaan bagi kami bisa ikut terlibat dalam mendukung tugas negara dengan terpilihnya TELKOMSELFlash oleh TNI-AL untuk memenuhi kebutuhan layanan internet bagi seluruh awak kapal KRI Sultan Nuku dan KRI Sutedi Seno Putra 878,“ ujar Tomy.

Seiring penggelaran jaringan HSDPA/HSPA+ untuk layanan mobile broadband di 25 kota, Telkomsel telah meningkatkan kapasitas bandwidth untuk international internet gateway menjadi 9 Gbps. Kenyamanan awak kapal untuk memaksimalkan kecepatan TELKOMSELFlash juga didukung lebih dari 7.000 Node B (BTS 3G) yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dari Sumatera hingga wilayah Indonesia Timur

Sementara itu, Lettu Ivan Halim Kepala Divisi Navigasi dan Komunikasi mengatakan internet menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi TNI AL untuk mendapatkan informasi terkini tentang dunia luar.

“Telkomsel merupakan satu-satunya operator yang sinyalnya terus bisa kami nikmati dari barat sampai ujung timur Indonesia , bahkan di tengah laut dan menjelajahi beberapa pulau di Indonesia, alasan itulah yang melatarbelakangi kami memilih Layanan Internet TELKOMSELFlash, hingga di dalam laut pun, kami masih bisa mengaksesnya”, ungkap perwira TNI-AL ini.

Program layanan internet untuk KRI Sultan Nuku dan KRI Sutedi Seno Putra merupakan program percontohan yang nantinya akan segera diterapkan untuk kapal - kapal perang lainnya di awal tahun 2011 dan tentunya dengan menggunakan akses internet dari operator paling Indonesia.

Pangarmatim : Lomba Ship Boarding Party Kenang Pertempur



Kopaska
Beberapa Personil Kopaska sedang mengikuti lomba Ship Boarding Party dan Ship Closed Quarte Batle di Koarmatim.

Digelarnya lomba Ship Boarding Party dan Ship Closed Quarter Batle yang akan dilakukan di Koarmatim ini, adalah untuk mengenang pertempuran Laut Arafuru. Karena dalam pertempuran laut tersebut tersimpan jiwa patriotisme, penuh semangat heroik dan tidak mengenal menyerah.

Penegasan itu disampiakan Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Bambang Suwarto ketika menjawab pertanyaan wartawan pada saat mensosialisasikan lomba tersebut di Gedung Satuan Komando Pasukan katak (Satkopaska) Koarmatim Ujung Surabaya, beberapa waktu lalu.

Dikatakan Pangarmatim, perlawanan yang ditunjukkan pahlawan Arafuru dalam melawan aggresor Belanda dalam pertempuran di laut Arafuru sampai dengan gugurnya Komodor Yos Sudarso dan beberapa prajurit yang lain, menunjukkan kegigihan dan tekad yang tak kenal menyerah dalam membela kedaulatan ibu pertiwi.

“Kobaran semangat juang dan penuh heroik itulah yang mendasari dilaksanakannya lomba Ship Boarding Party dan Ship Closed Quarte Batle di Koarmatim ini. Karena dalam lomba tersebut, juga dituntut semangat juang, kekompakan, disiplin dan tekad tidak kenal menyerah,”tegas Pangarmatim.

Menurut Pangarmatim, lomba yang digelar pada tanggal 21 hingga 23 Januari mendatang dalam rangka memperingati Hari Dharma Samudera ini nantinya banyak diminati generasi muda, khususnya yang menyenangi tantangan.

“Walaupun baru kali ini dibuka untuk umum, saya optimis lomba ini bakal banyak diminati masyarakat. Ada sekitar 179 Club Air Soft Gun di Surabaya yang akan kita undang untuk ikut dalam event ini,”kata Pangarmatim

Arab Saudi Borong Senjata Dari AS




F-15 AU Saudi sedang mengisi bahan bakar di udara.

Wakil Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Khaled bin Sultan menegaskan pembicaraan tahap akhir pembelian senjata dalam jumlah besar dengan Amerika Serikat masih berjalan, saat diwawancarai harian lokal the Saudi Gazette, Selasa (4/1).

Pemerintah Arab Saudi mengajukan pembelian senjata senilai 60 milyar dolar pada pemerintah AS. Pembelian ini merupakan terbesar dalam sejarah penjualan senjata AS.

Kongres AS telah menyetujui penjualan senjata ini. Boeing memperkirakan paket pembelian ini akan menciptakan sedikitnya 77.000 pekerjaan di 44 negara bagian.

Arab Saudi akan membeli 84 jet tempur baru F-15, upgrade 70 F-15 milik AU Arab Saudi, pembelian tiga jenis helikopter meliputi 70 helikopter serbu Apaches, 72 helikopter angkut Black Hawks dan 36 helikopter intai Little Birds. Pejabat AS sedang merundingkan potensial pembelian paket peningkatan kemampuan AL Arab Saudi senilai 30 milyar dolar. Serta menawarkan sistem pertahanan rudal Terminal High Altitude Defense (THAD) untuk mengurangi ancaman roket Iran, nilainya belum diketahui.

Pangeran Khaled menegaskan juga skuadron jet tempur Eurofighter Typhoon akan lengkap dalam dua tahun mendatang. Pembicaraan pembelian Typhoon sempat dihentikan beberapa minggu, setelah insiden jatuhnya satu Typhoon di Spanyol menewaskan satu penerbang AU Saudi. Pangeran mengatakan “kerusakan pada pesawat telah diperbaiki dan sekarang fungsi lebih baik dibandingkan yang lalu.”

Arab Saudi sedang merundingkan juga pembelian tank Leopard dari Spanyol serta sejumlah senjata berat dari Rusia.

Kamis, 13 Januari 2011

AF-4 Jet Siluman F-35 Kesepuluh Sukses Uji Terbang Perdana





AF-4 Jet Siluman F-35 Kesepuluh Sukses Uji Terbang Perdana

AF-4, jet tempur siluman F-35 Lightning II kesepuluh memasuki tahap uji terbang, mengangkasa pertama kalinya 30 Desember. Uji penerbangan dinyatakan sukses dan mengakhiri misi uji terbang tahun 2010 untuk program F-35 JSF, dibukukan 410 kali uji terbang sedangkan rencana hanya 394.

Rabu, 12 Januari 2011

Russia Su-25 Striker

The wings are high-mounted, variable, swept-back, and tapered. There are twin turbofan engines. The air intakes are tapered away from the body, rectangular-shaped, and mounted on the body forward of the wings’ leading edges. There are twin exhausts. The fuselage is long, slender, with pointed, solid nose, and rectangular-shaped body from the air intakes to the exhausts. There are two belly fins and four pylons. There is a bubble canopy. The dorsal spine extends from the cockpit to the tail. The tail fin is swept-back and tapered with square tip. The flats are high-mounted on the fuselage, swept-back, and tapered with angular tips.

Operators
Military operators of the Su-25: Current operator Former operator Uncertain
Ukrainian Su-25UB and MiG-29C from aerobatic team Ukrainian Falcons 24 August 2009

Angola
People's Air and Air Defence Force of Angola. An agreement was reached at the beginning of 1988 between the Soviet Union and Angola that arranged for the delivery of a squadron of Su-25s. The Angolan export agreement comprised 12 single-seat Su-25Ks and two Su-25UBKs trainers. Later, these aircraft were augmented by further deliveries comprising at least three two-seater aircraft.[38]

Armenia
Armenian Air Force. Following the break-up of the Soviet Union, Armenia had no Su-25s in its inventory, but following the start of the conflict in Nagorno-Karabakh in 1991–92, the newly independent Republic of Armenia unofficially acquired a small number of aircraft. It operates 5 Su-25, 9 Su-25K and 1 Su-25UBK as of January 2009.[39]

Russia Su-25 Striker

Azerbaijan
Azerbaijan Air Force. Like Armenia, Azerbaijan did not inherit any Su-25s after the collapse of the USSR, but a single aircraft was obtained in April 1992 as a consequence of a pilot defecting from the Russian Air Force base at Sital-Chai. Following the incident, Azerbaijan acquired at least five Su-25s through unofficial channels, and one more aircraft has been obtained as the result of yet another defection, this time from the Georgian Air Force. Other aircraft are believed to have been acquired later, as a 2001 inventory of Azerbaijan aircraft revealed that the Azerbaijan Air Force still had three of the type in its inventory, despite the reported loss of four Su-25s in combat operations relating to Nagorno-Karabakh against Armenia.[38]

Belarussian Su-25K
Bulgarian Air Force Su-25K

Belarus
Belarus Air Force. After the break-up of the Soviet Union, Belarus was the second member state of the CIS, after Russia, to have a significant number of Su-25s. Seventy Su-25s and six Su-25UBs are reported to be operational and are mostly concentrated at Lida air base by 2004.[40]

Bulgaria
Bulgarian Air Force. Bulgaria was the second Warsaw Pact country to obtain the Su-25, acquiring its first examples of both Su-25K and the Su-25UBK in 1985. The aircraft were intended to replace the obsolete MiG-17F Fresco-C which had been the backbone of the Bulgarian Air Force fighter-bomber fleet for many years. Twenty Su-25Ks and three Su-25UBKs were commissioned and are operational at Bezmer air base by 2004.[40]

Chad
Chadian Air Force acquired a total of six aircraft (4 Su-25 and 2 Su-25UB) from Ukraine in 2008.[41]

Democratic Republic of the Congo
Air Force of the Democratic Republic of the Congo. In late 1999, the Tbilisi Aerospace Manufacturing plant signed a contract with the Democratic Republic of Congo for the delivery of 10 Su-25Ks to the Force Aerienne Congolaise. The deal was reported to be valued at 6 million US Dollars, and the first four aircraft were delivered on board an An-124 in November 1999. The remaining six aircraft were delivered in January 2000.[40] One aircraft crashed in December 2006 during a routine flight, while another one crashed on 30 June 2007, during a Congolese independence day display.[42]

Equatorial Guinea
In 2005, 4 Su 25s including 2 Su-25UB combat trainers were delivered to the Equatorial Guinea Air Corps. The current status of the aircraft is unknown.[43]

Eritrea
Eritrean Air Force. In total, six Su-25s have been delivered to the Eritrean Air Force between 2001 and 2006. Unfortunately the exact date is not known.[44]

Ethiopia
Ethiopian Air Force. A pair of Su-25Ts and two Su-25UBK combat trainers were delivered to Ethiopia in the first quarter of 2000. The twin-seaters were withdrawn from Russian Air Force service and modified in accordance to a special request by the Ethiopian Air Force. Since acquiring the aircraft, the Ethiopians have used them in combat operations against Eritrean insurgent groups.[40]

Georgian Su-25UB

Georgia
Georgian Air Force. Georgia, which with the Tbilisi Aircraft Manufacturing produced scores of single-seat Su-25s during the Soviet era, was left with virtually no aircraft following the break-up of the Soviet Union. Only a small number of single-seat Su-25s were actually brought into inventory of the newly formed Georgian Air Force, these aircraft having been left in the factory at the time of Georgian independence. Georgia had nine Su-25s of various types with of them eight Su-25KM "Scorpion"s (an upgraded version of the Su-25 in collaboration with Israel) as of 2004.[45]
Gambia
The Gambian Army operates one Su-25 as of 2008.[46][47]

Iran
Iranian Air Force. On 21 January 1991, seven Iraqi Su-25s were flown to Iran in an effort to find a temporary safe haven from Operation Desert Storm attacks on major Iraqi airfields. These Iraqi aircraft were considered by the Iranians to be a gift from their former adversary, and were seized by the Iranian military. However, as a result of lack of spare parts, documentation, and pilot training, these aircraft were never flown by the Iranian Air Force. Iran's Islamic Revolutionary Guards Corps Air Force has added at least six new aircraft to its inventory and has since likely restored ex-Iraqi Su-25s to flight status as well.[18]

Kazakhstan
The Kazakh Air Force received 12 single-seat Su-25s and two Su-25UB trainers in December 1995 as compensatory payment for the return of the Tu-95MS "Bear-H" strategic bombers which had been rapidly flown out of the republic at the time of the collapse of the USSR. The Kazakh Su-25s are located at Chimkent air base in the south of the country.[40]

North Korea
North Korean Air Force. North Korea was the first Asian country to obtain the Su-25. In the 1950s, the North Korean Air Force had accumulated useful experience of operating the Su-25's piston-engined predecessor, the Ilyushin Il-10 "Beast". In the period from the end of 1987 until 1989, the DPRK acquired a total of 32 single-seat Su-25Ks and four Su-25UBKs. The aircraft are based at Sonchon air base (80 km from Pyongyang), which features heavily-fortified natural hangars equipped with blast-proof doors capable of protecting the aircraft from conventional and nuclear explosions.[20]

Peru
Peruvian Air Force. Peru received 18 Su-25s in late 1998 from Belarus, which refurbished them prior to delivery. The shipment comprised 10 single-seat and eight dual-seat Su-25UB trainers. The aircraft were all built just before the collapse of the Soviet Union and thus represented the final versions of the Soviet Su-25. It is believed that between 1998 and December 2005, at least 25 light aircraft transporting cocaine had been shot down by the Peruvian Su-25s.[20]

Russian Air Force Su-25 in specific markings

Russia
Today, Russia possesses a reduced fleet of Su-25s, which are operated by "Shturmovoi" Assault Regiments. The major variants used are the single-seat Su-25, the twin-seat Su-25UB, and the Su-25BM target-towing version. In addition, the Russian Air Force received a small number of Su-25T anti-tank variants, which have been tested with notable success under combat conditions in Chechnya. The Su-25 is also operated by the Russian Naval Aviation, both in standard land-based Su-25 and Su-25UB guise, as well as in the specialised Su-25UTG role as a carrier-operable trainer. Overall, 245 Su-25s are in service with the Russian Air Force, including 10 being operated by the navy as of 2008.[34] A modernisation program of single-seat Su-25s to the Su-25SM variant is underway.[20] The first modernised Su-25SM was delivered in August 2001, while another six were delivered in late December 2006 at Lipetsk air base.[9]

Sudan
The Sudanese Air Force has one Su-25 in service as of November 2008.[47]






Turkmenistan
Following the downfall of the Soviet Union, the newly independent Republic of Turkmenistan was given 46 Su-25s which had been disassembled for storage in Turkmenistan at that time. In accordance with an agreement between Georgia and Turkmenistan in 1999, the Tbilisi Aerospace Manufacturing corporation refurbished 45 of these aircraft for use by the Turkmenistan Air Force as payment for the delivery of natural gas. The refurbished aircraft were relocated at Ak-Tepe air base, and a total of 18 operational Su-25s are known to be based there by 2004.[20]

Ukrainian Su-25UB

Ukraine
Ukrainian Air Force. Ukraine obtained 92 Su-25s of differing variants following the country's independence in the wake of the break-up of the USSR. Currently, the Ukrainian Air Force operates approximately 60 Su-25, Su25UBs, and Su-25UTGs, which are operated by the 299th Independent Assault Regiment (299 OShAP) based at Kulbakino, Mykolaiv Oblast, and at Saki in the Crimea, and the 456th Assault Regiment (456 ShAP) at Chortkiv. Up to 30 Su-25s are reportedly stored at the 4070th Reserve Base. Evidently, three Su-25s sold to Macedonia came from this reserve pool.[20]

Uzbekistan
Until 1990, a Soviet Air Force pilot training centre equipped with around 20 Su-25, Su-25UB, and Su-25BM variants was located at Chirchik air base in Uzbekistan. In 1991, a small number of Su-25s were also located at Dzhizak air base, but after 1991, all Su-25s in Uzbekistan were concentrated at Chirchik, operated by the 59th Fighter-Bomber Aviation Regiment (59 APIB) of the Soviet Air Force. After the collapse of the Soviet Union, all the Su-25s on the territory of the now independent republic became the property of the new government.[20]

[edit] Former operators
Czech Su-25Ks

Côte d'Ivoire (Ivory Coast)
Cote d'Ivoire Air Force. Nine French soldiers were killed and twenty-three wounded when two Ivorian Su-25s bombed French positions in Bouaké.[48] As a result, French soldiers destroyed the Su-25s on the ground at Yamoussoukro air base.[49]

Czechoslovakia
Czechoslovakian Air Force. Passed aircraft onto successor states, in the ratio of 2:1 in favour of the Czech Republic.[40]

Czech Republic
Czech Air Force. After the dissolution of Czechoslovakia, the Czech Republic acquired twenty-four Su-25Ks and one Su-25UBK. In December 2000, the Czech Su-25s were retired from service and placed in storage at P?erov air base.[50]

Macedonia
Macedonian Air Force. The Republic of Macedonia purchased three single-seat Su-25s and one Su-25UB following incursions and attacks by Albanian separatists. The aircraft were supplied by Ukrainian authorities after having been withdrawn from Ukrainian Air Force service.[51] The aircraft were retired in 2004, and sold to Georgia in 2005.[52]

Iraq
Iraqi Air Force. During the course of the early phase of the Iran–Iraq War, Iraq approached the Soviet Union with a request to purchase a wide variety of military equipment. As a result, Iraq become the first non-Warsaw Pact country to obtain the Su-25K and Su-25UBK combat trainer. It is believed that Iraq received a total of 73 Su-25s, of which four were the Su-25UBK trainer. In January 1998, the Iraqi Air Force still possessed 12 Su-25s, and at least three Su-25Ks were seen in a demonstration over Baghdad in December 2002. However, the remaining Su-25s were phased out immediately after the 2003 Invasion of Iraq.[40]

Slovakia
The Slovak Air Force received 12 Su-25Ks and one Su-25UBK following the dissolution of Czechoslovakia. The aircraft were based at the Slovak 33rd Air Base in Malacky-Kuchyna. They were sold to Armenia.[40]

Soviet Union
Soviet Air Force. Passed aircraft onto successor states.

Puna Male Anka Terbang Perdana





Anka, pesawat udara nirawak (PUNA) kelas medium altitude long endurance (MALE) pertama buatan Turki, terbang perdana tanpa publikasi selama 14 menit pada 31 Desember 2010.

Anka pertama kali diperkenalkan oleh Turkish Aerospace Industries, Inc.(TAI) pada 16 Juli 2010.

Bentang sayap 17 meter, berat lepas landas 1600 kg dan mampu beroperasi 24 jam. Pesawat digerakan oleh mesin diesel 155 tenaga kuda.

TAI sedang mengembangkan Anka-B, dapat dipersenjatai roket, rudal anti tank UMTAS atau sistem senjata lainnya tergantung misi yang diemban.

Anka pertama diharapkan dioperasikan AU Turki 2011 diikuti versi bersenjata Anka-B pada 2013.

Selasa, 11 Januari 2011

Korsel Tambahan Pesawat Pengintai Maritim Guna Memantau Pergerakan Kapal Selam Korut




Pesawat pengintai P-3CK Korsel.

SEOUL - Korea Selatan (korsel) mengirimkan lima pesawat patroli anti-kapal selam untuk menjaga kemungkinan potensi serangan Korea Utara, menurut satu laporan Selasa (4/1), di tengah tingginya ketegangan di perbatasan laut yang disengketakan.

Pihak militer Sabtu mengirimkan lima pesawat pengintai P-3CK sebagai tambahan 11 pesawat anti-kapal selam yang telah beroperasi mematroli pantai timur dan lepas laut barat, kata surat kabar Joong Ang Ilbo.

Langkah itu “bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mendeteksi kapal-kapal selam setelah terjadinya serangan kapal selam Korea Utara terhadap kapal perang Cheonan,” kata surat kabar itu mengutip seorang pejabat militer.

Seoul, merujuk pada hasil investigasi multinasional, menyalahkan Pyongyang menorpedo kapal perangnya, Cheonan, pada Maret 2010, yang menewaskan 46 pelaut, namun tuduhan tersebut dibantah keras Korea Utara.

“Dengan pengiriman tambahan pesawat pengintai maritim itu kami bisa mengintensifkan pemantauan gerakan-gerakan kapal selam Korea Utara di Laut Timur dan Laut Kuning,” kata pejabat itu.

Pesawat tersebut, yang dijuluki “pembunuh kapal selam” berkemampuan mendeteksi dan menyerang kapal-kapal selam, menjadi bagian dalam latihan-latihan militer besar termasuk pelatihan angkatan laut bersama dengan Amerika Serikat pada Juli lalu, menurut surat kabar itu

Turki Beli Enam Kapal Selam Diesel Kelas U-214 Dari Jerman






Pemerintah Turki meneken perjanjian pinjaman senilai 2,19 milyar euro guna membiayai pembuatan enam kapal selam untuk Angkatan Laut Turki, pinjaman berasal dari dua konsonsium.

Pinjaman kredit ekspor senilai 1,879 milyar euro berasal dari konsorsium dipimpin oleh Bayerische Landesbank dan pinjaman komersial 309 juta dari konsorsium dipimpin WestLB cabang London.

Turki dan perusahaan Jerman HDW meneken kontrak pembuatan enam kapal selam diesel kelas U-214.

Komite Eksekutif Industri Pertahanan memilih HDW dan menyingkirkan perusahaan Perancis DCNS dan Spanyol Navantia S.A dalam tender pada musim panas 2008.

Navantia S.A menawarkan kapal selam S-80A, hanya satu kapal selam sedang dibangun dan belum diluncurkan. AL Turki tidak mau mengambil resiko memilih disain dan kapal belum teruji.

DCNS menawarkan Scorpene, sukses diekspor dibandingkan S-80A, dipilih oleh Chile, Malaysia dan India. Scorpene dirancang tanpa AIP, Malaysia dan India memilih memasang AIP dengan memotong badan kapal selam menjadi dua dan memasang modul AIP. DCNS tidak dapat menunjukkan Scorpene bekerja dengan kemampuan AIP. Scorpene milik AL Malaysia dikabarkan bermasalah sedangkan pembangunan Scorpene AL India menghadapi banyak kendala, India berusaha meminta kompensasi.

Kapal selam kelas U-214 dipilih teruji bekerja dengan kemampuan AIP dan mempunyai delapan tabung torpedo.

Sejumlah perusahaan Turki memasok perangkat keras dan lunak kapal selam.

Program kapal selam merupakan program kedua terbesar dalam proyek modernisasi pertahanan Turki, setelah rencana pembelian sedikitnya 100 jet tempur siluman F-35 Joint Strike Fighter Lightning II senilai 11 milyar dolar.

Ankara berharap kapal selam dapat dioperasikan pada 2015, gantikan kapal selam kelas Atilay yang telah beroperasi 39 tahun.

AL Iran Terima Rudal Anti Kapal Pertahanan Pantai

Rudal Anti Kapal Pertahanan Pantai
Menhan Iran Brigjen Ahmad Vahidi menyampaikan sambutan saat penyerahan sistem rudal anti kapal pada AL Iran.


(Foto: IRNA)(Gambar Lengkap)

Kementrian Pertahanan Iran secara resmi menyerahkan sistem rudal jelajah anti kapal pertahanan pantai pada Angkatan Laut Iran, Senin (3/1), sebagai bagian dari rencana AL Iran meningkatkan kemampuan pertahanan. Upacara penyerahan dihadiri oleh KASAL Iran Laksamana Madya Habibollah Sayyari dan Menhan Iran Brigjen Ahmad Vahidi.

Menhan dalam sambutannya mengatakan sistem ini dikembangkan dalam tiga tipe berikut sistem deteksi sasaran, peluncur rudal dan radar pengarah. Seluruh fase perancangan dan pengembangan dilakukan oleh para ahli Iran.

Vahidi menambahkan penempatan sistem ini disepanjang garis pantai menjadikan Iran mampu mengidentifikasi, melacak dan menghancurkan beragam sasaran dalam satu pusat komando dan kontrol.

KASAL mengatakan pengembangan baru ini merupakan langkah besar dalam menjalankan perintah yang dikeluarkan oleh pemimpin besar Iran Ayatollah Seyed Ali Khamenei. Ayatollah Khamenei mengatakan bahwa angkatan laut merupakan kekuatan strategis.

“Mengingat isu dunia saat ini dan kondisi geopolitik dunia hari ini, kita (Iran) seharusnya meningkatkan kemampuan kita di laut dan di pantai sejauh kemampuan kita,” ditekankan Ayatollah Khamenei dihadapan para komandan senior AL Iran di Tehran, 28 November saat perayaan hari AL.

Washington Institute for the Near East Policy mengeluarkan laporan 11 September 2008, AL Iran telah menjelma menjadi bermotivasi tinggi, dilengkapi persenjataan mumpuni, didukung kekuatan finansial dan effektif dalam mengontrol jalur lalu lintas minyak dunia di Selat Hormuz

Sukhoi Su-34 Fullback





The Sukhoi Su-34 (NATO reporting name Fullback) is an advanced Russian 2-seat fighter-bomber and strike aircraft. It is intended to eventually replace the Sukhoi Su-24.

Development

A dedicated fighter bomber version of the Su-27 'Flanker' was developed from the early 1980s, with the Sukhoi bureau designation T-10V, making its first flight on 13 April 1990.

Its official designation originally was Su-27IB (IB: Istrebitel Bombardirovschik / Fighter Bomber). It was developed in parallel with the two-seat naval trainer, the Su-27KUB (KUB: Korabelnyi Uchebno-Boyevoy, shipboard combat trainer), although, contrary to earlier reports, the two aircraft are not directly related.



Severe budget restrictions following the collapse of the Soviet Union led the program to stall repeatedly, and led to the prototype aircraft being displayed publicly under a confusing variety of roles and designations.

When first described in the official Russian press in 1994 it was described as the Su-34. The third pre-production aircraft was shown at a Paris air show in 1995 as the Su-34FN (FN for "Fighter, Navy"), described as a shore-based naval aircraft, and it was displayed as the Su-34MF (MF for MnogoFunksionalniy, multi-function) at the MAKS air show in 1999.

The Russian Air Force has apparently recently adopted the designation Su-34. The aircraft's oddly-shaped nose, said to be semi-stealthy, is reminiscent of that of the SR-71 Blackbird, and has earned it the nickname "Platypus," although its NATO reporting name is Fullback.

The aircraft shares most of its wing structure, tail, and engine nacelles with the Su-27/Su-30 'Flanker', with canards like the Su-30/Su-33 'Flanker-D'/Su-35 'Flanker-F' to increase static instability (higher manoeuvrability) and to reduce trim drag.

The aircraft has an entirely new nose and forward fuselage with a cockpit providing side-by-side seating for a crew of two. The Su-34 retains the Su-27's engines, but with fixed intakes, limiting its maximum speed to about Mach 1.8. Production models are likely to have thrust vectoring, like recent Su-30MKs.



Cockpit and Avionics

Unlike the earlier Su-27, the Su-34 has a modern glass cockpit, with colour CRT multi-function displays. Its avionics currently are based around a Leninets V004 passive electronically scanned array radar, and a UOMZ laser/television system for designating and guiding precision-guided munitions.

The front-mounted radar is supplemented by a rear-aspect V005 radar housed in the long tail "stinger." The Su-34 is equipped with comprehensive ECM equipment, including an infrared missile launch detection system.

The avionics suite has an extended architecture of computers, memory boards, color multi-function displays, and processors designed as self-contained information processing modules. They consist of large "Argon" digital computer units with specially programmed processors that use multiplex data-exchange channels.

All information modules are controlled by a dual central computing system that fully coordinates workload and provides all relevant information to the flight deck. Two-way data link enables the mission planning and weapon aim-point computations to be loaded or updated while in flight or aircraft to aircraft. As a strike aircraft, the Su-34 incorporates an advanced multi-function phased array radar capable of terrain following and avoidance for high speed, low level operations.

The Su-34's most distinctive feature is the unusually large flight deck, which not only provides side-by-side seating, but includes space for a galley, a latrine, and a bunkbed. It was joked that "It's got a bigger cockpit than the Tu-160 'Blackjack'"[citation needed].

Much of the design work went into crew comfort, which resulted in novel features such as pressurization provided by the air conditioning system, rather than with oxygen masks and a massage function in the K-36 ejector seats.

The two members of the crew sit down side by side in a large cabin, with the pilot-commander to the left and navigator/operator of weapons to the right in a jettisonable Zvezda K-36dm seat. The advantage of the side by side cockpit is that duplicate instruments are not required for each pilot, which improves efficiency and comfort.

As long missions require comfort, it has pressurization that it allows to operate up to 10,000 meters without oxygen masks, which are available for emergencies and combat situations. The members of the crew can leave the seats and be in vertical position and relax. The space between the seats allows that they can lie down in the corridor, if necessary.

A long-range surveillance radar, passive detection systems, system of communication for tactical and strategical voice and data in a single platform with long-range capacity with flight refuelling, transform the Su-34 into a way of monitoring and recognition in real time and platform of command and control, forming a complete battle management system.



Performance

The Su-34 has 12 stores pylons for up to 8,000 kilograms (17,635 pounds) of ordnance, intended to include the latest Russian precision-guided weapons. It retains the Su-27/Su-30's GSh-30-1 30 mm cannon.

The Su-34 offers enhanced crew comfort for more effective combat missions. The pilots can use a new-generation digital computer (weapons-control system) and other duplicated radio-electronic equipment.

These devices ensure impressive bombing accuracy with an error margin of just several meters, regardless of the weather. The plane's eight-metric-ton ordnance load, which includes subsonic and supersonic homing missiles and glider bombs, can destroy hardened and well-camouflaged targets at a range of up to 250 km.

The Su-34, due to enter service with bomber squadrons soon, has an active-safety system with artificial-intelligence elements. This system enables the plane to execute just about any stunt and combat maneuver and to fly at treetop and ground level at a maximum speed of 1,400 km/h. The Su-34 can also fly in TERCOM (Terrain Contour Matching) mode, bypassing unexpected obstacles and streaking through ground air-defense zones. The plane's crew can therefore conduct effective bombing runs, take evasive action, destroy enemy weapons and steer clear of missiles and anti-aircraft shells.

An operational mission for the Su-34 begins with a mission planning period that loads into the aircraft's two main computers the coordinates and elevations of every navigation and mission-dependent point from takeoff to landing.

At each coordinate-point or time-hack, automatic switching of modes can be accomplished so that the pilots can be hands-off or involved with other parts of the mission. Data link with command aircraft, ground stations, and command ships will be maintained and where line-of-sight limits are reached these communications resort to satellites for expanded coverage.

Mission updates can be passed by higher authority anytime during the flight. All types or tactical and strategic ordnance can be utilized with emphasis being placed on long range standoff weapons such as the AS-13/18 Kingbolt cruise missiles, AS-14 Kedge anti-radiation weapon, AS-17 Krypton, Kh-35 Harpoon like anti-ship weapon, and the Kh-41 Moskit long range anti-ship missile.

Su-34 is executed under the scheme "three-plane" with all-moving forward horizontal. The airplane has an enlarged capacity of internal fuel tanks ensuring, without application PTB, practical unrefuelled distance of flight of 4000 kilometres. With three refuelling Su-34 is capable to overcome a distance 14000 kilometres.

The onboard electronics engineering ensures the flight crew with a full information about parameters of flight and enclosing space, condition of onboard systems and power plant, purposes in an air on ground, on surface of water and under water, about means of radar-tracking detection and REF of the opponent, about AD and degree of threat, created by them concerns to one from the important features of a new airplane. In addition, the Su-34 features a rearward facing radar capable of detecting, tracking, and directing R-73 or R-77 AAMs at pursuing enemy aircraft.



Procurement

The development of the Su-34 has been hampered by the poor state of Russian finances, and to date only a handful of pre-production models have been built. In mid-2004 Sukhoi announced that low-rate production was commencing and that initial aircraft would reach squadron service around 2008.

Nevertheless, upgrade programs continue for surviving Russian Su-24 'Fencers', as the Su-34 may still not enter wide service for some years to come.

In March 2006 Russia's minister of defense Sergei Ivanov announced that the government had purchased only two Su-34s for delivery in 2006, and planned to have a complete air regiment of 24 Su-34s operational by the end of 2010 (total 58 aircraft will be purchased by 2015 to replace some of 300+ Su-24 [1], which are going through modernization upgrades currently to prolong their service life). Ivanov claimed that because the aircraft is "many times more effective on all critical parameters" the Russian Air Force will need far fewer of these newer bombers than the old Su-24 it replaces.

In December 2006, Sergei Ivanov revealed that approximately 200 Su-34s are expected be in service by 2020. This was confirmed by Air Force chief Vladimir Mikhailov on March 06, 2007.
Two were delivered on January 4, 2007, and six more will be delivered by the end of that year.

Spesifikasi Su-34 :

Karakteristik (General)
• Crew: Two
• Length: 22.00 m (72 ft 2 in)
• Wingspan: 14.7 m (48 ft 3 in)
• Height: 5.93 m (19 ft 5 in)
• Loaded weight: 39,000 kg (85,980 lb)
• Max takeoff weight: 45,100 kg (99,425 lb)
• Powerplant: 2× Lyulka AL-35F turbofans, 137.2 kN (30,845 lbf) with afterburner[citation needed] each

Performance
• Maximum speed: Mach 1.8 at service ceiling (1180 mph) ; Mach 1.14 at sea level
• Range: 4,500 km (2,800 mi) ferry range
• Combat radius: 1130 km (700 mi)
• Service ceiling: 14,000 m (45,890 ft)
• Wing loading: 629 kg/m² (129 lb/ft²)
• Thrust/weight: 0.68

Armament
• 1× 30 mm GSh-30-1 (9A-4071K) cannon, 150 rounds
• 2× wingtip rails for R-73 (AA-11 'Archer') air-to-air missiles
• 10× wing and fuselage stations for up to 8,000 kg (17,630 lb) of ordnance, including Kh-29L/T, Kh-25MT/ML, Kh-25MP, Kh-36, Kh-38, Kh-41, Kh-59M, Kh-58, Kh-31P, Kh-35 Ural, Kh-41, Kh-65S, Kh-SD, 2 Moskit, 3 Jachont air-to-ground missiles, KAB-500L/KR or KAB-1500L guided bombs, unguided bombs, B-8 rocket pods with 20 80 mm S-8 rockets, B-13 rocket pods with 5 122 mm S-13 rockets, O-25 rocket pords with 1 340 mm S-25 rocket, fuel tanks, EW- and reconnaissance pods.

2015 AU Rusia Akan Menerima 100 Jet Tempur Sukhoi




Su-34 fighter-bombers
AU Rusia juga akan menerima 25 Unit Pesawat Baru Su-34 fighter-bombers dalam beberapa tahun ke depan.

Angkatan Udara Rusia akan menerima hingga 100 jet tempur Sukhoi hingga 2015, menurut juru bicara Kementrian Pertahanan Rusia Vladimir Drik, Minggu (2/1) dikutip kantor berita RIA Novosti.

Pemerintah telah meneken tiga kontrak dengan biro disain Sukhoi guna mengirimkan jet, ucap Drik.

50 unit jet tempur generasi 4++ Sukhoi Su-35 Flanker-E, lebih dari 10 Su-27SM Flanker dan 5 Su-30M2 Flanker-C akan diterima AU Rusia.

AU Rusia akan menerima juga 20 Sukhoi Su-34 Fullback dalam beberapa tahun kedepan, ungkap Drik.

TNI-AL Butuh Alutsista Tambahan Berupa 39 Unit Kapal Selam





AP/U.S. NavyBOGOR - Armada angkatan perang Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut membutuhkan tambahan alat utama sistem persenjataan (alutsista) berupa pengadaan 39 unit kapal selam.

“Indonesia perlu menambah kekuatan armada angkatan laut. Wilayah laut kita sangat luas dan membutuhkan pengamanan yang intensif dari gangguan pihak luar,” kata Wakil Kepala Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Marsetio di Bogor Rabu 22 Desember 2010.

Laksamana Madya TNI Marsetio Rabu berada di Bogor, mengikuti kegiatan Apel Komandan Satuan (AKS) yang digagas Korps Marinir. Apel Komandan Satuan diikuti 84 pesera terdiri dari komandan satuan di lingkungan Korps Marinir.

Menurut Marsetio, alutsista yang dimiliki armada angkatan perang TNI AL masih jauh dari kategori memadai kebutuhan yang dihadapi. “Alutsista yang dimiliki TNI AL perlu ditambah dan diperkuat. Terutama jumlah kapal selam perlu ditambah, karena saat ini baru ada beberapa unit,” terangnya.

Dikatakannya, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Keberadaan jumlah kapal selam yang memadai sangat mendesak, guna menjamin keamanan kedaulatan wilayah NKRI. ” Kami membutuhkan tambahan kapal selam sebanyak 39 unit,” ujar Marsetio.

Penambahan kapal selam bagi armada perang TNI AL, diharapkan dapat membantu tugas dalam mengamankan keutuhan wilayah laut NKRI.

“Kapal selam tersebut akan disebar ke berbagai penjuru laut NKRI. Terutama pulau-pulau terluar dan wilayah laut yang rawan diklaim negara asing akan mendapatkan pengamanan ekstra,” imbuhnya.

Pengamanan ekstra wilayah laut diharapkan dapat menjamin keutuhan dan kedaulatan NKRI. “Kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI harus kita pertahankan. Tidak boleh ada sejengkal pun tanah yang lepas ke pihak asing,” ujarnya.

2011 TNI-AU Menambah Delapan ACMI



ACMI
Seorang Pilot AS Sedang Mengamati Hasil Dari Latihan dengan Menggunakan Air Combat Maneuvering Instrumentation (ACMI).

JAKARTA - TNI Angkatan Udara (AU) melengkapi armada pesawat tempurnya dengan teknologi air combat maneuvering instrumentation (ACMI). Teknologi canggih pabrikan Cubic, Amerika Serikat (AS) dipasang pada sayap pesawat tempur guna memonitor latihan penerbang tempur yang sedang melaksanakan pertempuran udara.

“ACMI merupakan alat yang dapat merekam data-data pergerakan pesawat selama latihan penerbangan. Data-data tersebut nantinya dapat digunakan untuk menganalisa latihan yang dilaksanakan baik secara real time maupun keperluan setelah selesai penerbangan,” ujar Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsma TNI Bambang Samoedro kepada Suara Karya di Jakarta, Senin (20/12).

Pada medio Desember 2010, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Imam Sufaat, meresmikan ACMI di Lanud Iswahjudi. ACMI menyediakan advanced Rangeless/ Autonomous ACMI Training yang memungkinkan para penerbang berlatih dengan bantuan global position satellite (GPS).

Teknis pemasangan ACMI pada sayap pesawat tempur. Gerakan pesawat tempur akan termonitor oleh ground station melalui pemancar yang telah terkoneksi dengan ACMI. Setiap manuver udara pesawat tempur akan terukur sehingga para pilot bisa mengevaluasi atas kekurangannya.

“Inti komponen teknologi dari ACMI adalah instrumentation pod yang dipasang di wing tip weapon station. Pod tersebut mengumpulkan semua data dan pergerakan pesawat selama penerbangan kemudian merekam dan mengirim informasi tersebut ke ground station untuk real time monitoring terhadap kejadian-kejadian selama latihan dan breefing setelah latihan pada layar monitor di ruang debrief,” ujar Bambang.

Saat ini, Indonesia baru punya empat unit ACMI. Rencananya, pada tahun 2011, TNI AU akan menambah lagi menjadi delapan unit. “TNI AU akan mencoba latihan pertempuran udara empat lawan empat,” ujarnya.

Pada sisi lain, Bambang mengatakan, para penerbang tempur TNI AU akan diikutkan kursus penerbang tempur untuk meningkattkan kemampuan terbang tempurnya. Pada kursus ini akan dibekali pengetahuan taktik tempur serta kualifikasinya.

Pembenahan Armada

Secara terpisah, pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto mengatakan, perkembangan pola taktik pertempuran TNI AU harus diimbang terhadap pembenahan armada tempur yang dimiliki, seperti sumber daya manusia (SDM) dan alat utama sistem senjata (alutsista).

“Penerbang tempur dapat mempelajarai dan melaksanakan berbagai macam taktik pertempuran udara besar karena kualitas dan kuantitas pesawat mencukupi,” ujarnya.

Pada era 1970, Indonesia pernah mengalami suatu masa “asal bisa terbang”, karena kesiapan kekuatan pesawat yang turun drastis.

Sekarang ini, menurut dia, pemerintah mulai terdorong untuk membeli pesawat tempur canggih dari luar negeri, seperti Sukhoi (Rusia) dan F-16 (AS). kemampuan pemerintah untuk membeli pesawat tempur mulai terdongkrak.

“Rencana pemerintah bekerja sama dengan Korea Selatan untuk membangun pesawat tempur KFX diharapkan bisa mendorong kekuatan pertahanan menunju ideal,” ujarnya

RI Mengalami Kemunduran Dan Tidak Lagi Disegani Di Mata Dunia



Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono.

JAKARTA - Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono menilai, saat ini Indonesia mengalami kemunduran dan tidak lagi disegani di mata dunia. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin melemahnya pusat kekuatan bangsa Indonesia.

“Bahkan secara fakta di lapangan sebagian masyarakat Indonesia sudah tidak mengenal pusat kekuatan bangsanya, apalagi membangun, mengisi, dan memeliharanya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” tuturnya dalam Seminar Nasional Membangun Kembali Pusat Kekuatan Strategis di Mabes TNI Cilangkap, Senin (20/12).

Padahal, sambung dia, untuk dapat memenangkan perang, bangsa ini harus mengetahui kekuatan lawan maupun pusat kekuatan sendiri. Salah satu di antaranya adalah pusat kekuatan strategis bangsa. “Kekuatan strategis bangsa Indonesia yaitu semangat kesatuan dan persatuan keindonesiaan yang berdasarkan pancasila,” imbuhnya.

Menurut Panglima, dalam memasuki kehidupan global Abad 21 saat ini, bangsa Indonesia belum mampu menunjukkan sebagai bangsa yang kuat untuk menghadapi skenario globalisasi.

“Kita dapat menyaksikan bagaimana dampak globalisasi telah memberikan tekanan disegala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Tekanan tersebut tidak hanya terjadi pada aspek ideologi, tetapi hampir menyeluruh di aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan militer,” urainya.

Oleh karena itu, diperlukan upaya membangun kembali dan memelihara pusat kekuatan strategis bangsa Indonesia yang pernah ada.

“Dengan memformulasikan secara nasional, dalam rangka membentuk keunggulan dan daya saing bangsa Indonesia yang disegani di kawasan regional Asia Tenggara dan internasional. Guna menghadapi segala ancaman Abad 21,” tutupnya